BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah akan sangat
bergantung pada kesiapan Pemerintah Daerah dalam menata sistem pemerintahannya
agar tercipta pembangunan yang efektif, efesien, transparansi, dan akuntabel
serta mendapat partisipasi dari masyarakat dalam penyelenggaraan
pemerintahannya.
Sesuai dengan amanat Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, bahwa dalam penyelenggaraan otonomi daerah dipandang perlu
untuk menekankan pada prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (Good Governance)
dan pemerintahan yang bersih (Clean Governance) dalam mewujudkan pembangunan
daerah yang desentralistik dan demokratis.
Maka dalam penyelenggaraan pembangunan desa diperlukan
pengorganisasian yang mampu menggerakkan masyarakat untuk mampu berpatisipasi
dalam melaksanakan pembangunan desa serta melaksanakan administrasi pembangunan
desa. Dengan demikian diharapkan pembangunan dan pelaksanaan administrasi desa
akan berjalan lebih rasional, tidak hanya didasarkan pada tuntutan emosional
yang sukar dipertanggungjawabkan kebenarannya.
1.2.
Rumusan Masalah
1)
Apakah
pengertian desa?
2)
Seperti
apa sistem pemerintahan desa?
3) Bagaimana membangun desa yang baik
dan sesuai dengan Undang-undang yang berlaku?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 . Sistem Pemerintahan Desa
2.1.1
Pengertian
Desa
Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memerhatikan
asal usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pembentukan desa
dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang bersandingan,
atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan
desa di luar desa yang telah ada. Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya
menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa pemerintah desa bersama BPD dengan
memerhatikan saran dan pendapat masyarakat setempat.
Desa yang berubah menjadi kelurahan, lurah dan perangkatnya
diisi dari pegawai negeri sipil dan kekayaannya menjadi kekayaan daerah dan
dikelola oleh kelurahan yang bersangkutan untuk kepentingan masyarakat
setempat. Dalam wilayah desa dapat dibagi atas dusun yang merupakan bagian
wilayah kerja pemerintahan desa dan ditetapkan dengan peraturan desa.
Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan
bagian dari perangkat daerah kabupaten/kota, dan desa bukan merupakan bagian dari
perangkat daerah. Pemerintahan desa terdiri atas pemerintah desa dan Badan
Permusyawaratan Desa. Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat
desa.
Kewenangan
desa menurut Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada
Pasal 7 di antaranya adalah urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak
asal usul desa, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten yang
diserahkan pengaturannya kepada desa dan tugas pembantuan dari pemerintah,
pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten serta urusan pemerintahan lainnya
yang oleh peraturan perundangan – undangan yang diserahkan kepada desa.
Khusus berhubungan dengan urusan pemerintahan yang sudah ada
berdasarkan hak asal usul desa antara lain menetapkan peraturan desa, memilih
pimpinan pemerintahan desa, memiliki kekayaan sendiri, menggali dan menetapkan
sumbersumber pendapatan desa, menyelenggarakan gotong royong, dan lainlain.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan desa yang menjadi kewenangan desa didanai
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa), bantuan pemerintah, dan
bantuan pemerintah daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintah daerah yang
diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD).
Sumber
pendapatan desa antara lain:
a.
Pendapatan asli desa, antara lain hasil usaha
desa, hasil kekayaan desa (seperti tanah kas desa, pasar desa, bangunan desa),
hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong.
b.
Bagi
hasil pajak daerah kabupaten/kota bagian dari dana perimbangan keuangan pusat
dan daerah
c.
Bantuan
keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota
dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan
d.
Hibah dan sumbangan dari pihak ke tiga yang
tidak mengikat. APB Desa terdiri atas bagian pendapatan desa, belanja desa dan
pembiayaan. Rancangan APB Desa dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan
desa. Kepala desa bersama BPD menetapkan APB Desa setiap tahun dengan peraturan
desa
Kewenangan
desa adalah:
Ø Menyelenggarakan urusan pemerintahan
yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa
Ø Menyelenggarakan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada
desa, yakni urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan
pelayanan masyarakat.
Ø Tugas pembantuan dari Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
2.1.2
Pemerintahan
Desa
Desa memiliki pemerintahan sendiri. Pemerintahan Desa
terdiri atas Pemerintah Desa (yang meliputi Kepala Desa dan Perangkat Desa) dan
Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Sebagaimana telah di jelaskan dalam peraturan
pemerintah thn 2005 ayat 6 yang berbunyi bahwa pemerintahan desa adalah
penyelenggaran desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI.
Dan selanjutnya dinyatakan dalam ayat7 yang berbunyi: Badan
Permusyawaratan Desa atau nama lain disingkat BPD adalah lembaga yang merupakan
perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah Desa sebagai unsur
penyelenggaraan pemerintah.pemerintah desa atau yang disebut namalain adalah
kepala desa dan perangkat desa sebagai unsur penyelenggaran pemerintahan desa
(ayat 7).
2.1.3
Kepala
Desa
Kepala Desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintahan
desa berdasarkan kebijakan /yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa
(BPD). Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 tahun, dan dapat diperpanjang lagi
untuk satu kali masa jabatan. Kepala Desa juga memiliki wewenang menetapkan
Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD.
Kepala
Desa dipilih langsung melalui Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) oleh penduduk
desa setempat. Syarat-syarat menjadi calon Kepala Desa sesuai Peraturan
Pemerintah No. 72 Tahun 2005 sbb:
Ø Bertakwa kepada Tuhan YME
Ø Setia kepada Pacasila sebagai dasar
negara, UUD 1945 dan kepada NKRI, serta Pemerintah
Ø Berpendidikan paling rendah SLTP
atau sederajat
Ø Berusia paling rendah 25 tahun
Ø Bersedia dicalonkan menjadi Kepala
Desa
Ø Penduduk desa setempat
Ø Tidak pernah dihukum karena
melakukan tindak pidana kejahatan dengan
Ø hukuman paling singkat 5 tahun
Ø Tidak dicabut hak pilihnya
Ø Belum pernah menjabat Kepala Desa
paling lama 10 tahun atau 2 kali masa jabatan
Ø Memenuhi syarat lain yang diatur
Perda Kab/Kota
Kepala Desa, adalah pemimpin dari desa di Indonesia. Kepala
Desa merupakan pimpinan dari pemerintah desa. Masa jabatan Kepala Desa adalah 6
tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk satu kali masa jabatan. Kepala Desa
tidak bertanggung jawab kepada Camat, namun hanya dikoordinasikan saja oleh
Camat. Jabatan Kepala Desa dapat disebut dengan nama lain.
2.1.4
Badan
Permusyawaratan Desa (BPD)
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga
perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. BPD dapat
dianggap sebagai “parlemen”-nya desa. BPD merupakan lembaga baru di desa pada
era otonomi daerah di Indonesia.
Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan
berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan
mufakat. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan
profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan
anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 kali
masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan Anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap
jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa.
Peresmian anggota BPD ditetapkan dengan Keputusan
Bupati/Walikota, dimana sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji
secara bersama-sama dihadapan masyarakat dan dipandu oleh Bupati/ Walikota.
Ketua BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD secara langsung dalam Rapat BPD
yang diadakan secara khusus. BPD berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama
Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Ø Wewenang BPD antara lain:
Ø Membahas rancangan peraturan desa
bersama Kepala Desa
Ø Melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa
Ø Mengusulkan pengangkatan dan
pemberhentian Kepala Desa
Ø Membentuk panitia pemilihan Kepala
Desa
Ø Menggali,menampung, menghimpun,
merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat; dan
Ø Penggunaan nama/istilah BPD tidak
harus seragam pada seluruh desa di Indonesia, dan dapat disebut dengan nama
lain.
2.1.5
Perangkat
Desa
Perangkat desa bertugas membantu kepala desa dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya yang dibantu beberapa staf seperti kepala
urusan (kaur), pelaksana teknis lapangan, dan unsur kewilayahan. Perangkat desa
tersebut terdiri atas sekretaris desa dan perangkat desa lainnya. Sekretaris
desa diangkat oleh sekretaris daerah kabupaten/kota atas nama bupati/walikota.
Sekretaris desa bertugas membantu kepala desa di bidang pembinaan administrasi
dan memberikan pelayanan teknis administrasi kepala seluruh perangkat desa.
Perangkat
desa lainnya yaitu sekretariat desa, pelaksana teknis lapangan, dan unsur
kewilayahan diangkat oleh kepala desa dari penduduk desa, yang ditetapkan
dengan keputusan kepala desa. Dalam melaksanakan tugasnya, perangkat desa
bertanggung jawab kepada kepala desa. Kepala desa dan perangkat desa diberikan
penghasilan tetap setiap bulan dan/atau tunjangan lainnya sesuai dengan
kemampuan keuangan desa.
2.1.6
Lembaga
Kemasyarakatan
Di desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan, yaitu lembaga
yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra
pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat. Lembaga kemasyarakatan
ditetapkan dengan peraturan desa. Salah satu fungsi lembaga kemasyarakatan
adalah sebagai penampungan dan penyalur aspirasi masyarakat dalam pembangunan.
2.1.7
Struktur Organisasi Pemerintahan Desa
susunan organisasi pemerintahan di setiap desa tidak tentu
sama. Hal ini karena tergantung dari kebutuhan dan keadaan desa masing –
masing. Desa memiliki pemerintahan sendiri. Seperti yang sudah dijelaskan di
depan bahwa pemerintahan desa terdiri atas pemerintah desa (yang meliputi
kepala desa dan perangkat desa) dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Lebih
lanjut bisa dirinci sebagai berikut.
a) Kepala desa
b) Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
c) Sekretaris desa
d) Kepala urusan pemerintahan
e) Kepala urusan pembangunan
f) Kepala urusan kesejahteraan rakyat
g) Kepala urusan keuangan
h) Kepala urusan umum
Untuk
lebih jelasnya lagi perhatikan contoh bagan struktur organisasi pemerintahan
desa di bawah ini!
2.2 Pembagian Desa Berdasarkan Kemampuan Fisik Dan
Non Fisik
2.2.1
Desa Terbelakang atau Desa Swadaya
Desa terbelakang adalah desa yang kekurangan sumber daya
manusia atau tenaga kerja dan juga kekurangan dana sehingga tidak mampu
memanfaatkan potensi yang ada di desanya. Biasanya desa terbelakang berada di
wilayah yang terpencil jauh dari kota, taraf berkehidupan miskin dan
tradisional serta tidak memiliki sarana dan prasaranan penunjang yang
mencukupi.
2.2.2
Desa Sedang Berkembang atau Desa Swakarsa
Desa sedang berkembang adalah desa yang mulai menggunakan
dan memanfaatkan potensi fisik dan nonfisik yang dimilikinya tetapi masih
kekurangan sumber keuangan atau dana. Desa swakarsa belum banyak memiliki
sarana dan prasarana desa yang biasanya terletak di daerah peralihan desa
terpencil dan kota. Masyarakat pedesaan swakarsa masih sedikit yang
berpendidikan tinggi dan tidak bermata pencaharian utama sebagai petani di
pertanian saja serta banyak mengerjakan sesuatu secara gotong royong.
2.2.3
Desa Maju atau Desa Swasembada
Desa maju adalah desa yang berkecukupan dalam hal sdm /
sumber daya manusia dan juga dalam hal dana modal sehingga sudah dapat
memanfaatkan dan menggunakan segala potensi fisik dan non fisik desa secara
maksimal. Kehidupan desa swasembada sudah mirip kota yang modern dengan
pekerjaan mata pencarian yang beraneka ragam serta sarana dan prasarana yang
cukup lengkap untuk menunjang kehidupan masyarakat pedesaan maju.
2.3 Permasalah Masyarakat Desa
2.3.1
Penyebab
Kemiskinan di Perdesaan
Margono, mengemukakan bahwa masalah perdesaan, ditinjau dari
segi pembangunan, adalah adanya kesenjangan antara situasi yang ada dengan
situasi yang diinginkan. Adanya suatu situasi baru yang diinginkan tetapi tidak
tercapai juga menimbulkan ada masalah
2.3.2
Permasalahan ekonomi desa
Hayami dan Collier Cs. telah melakukan penelitian bahwa
adanya polarisasi ekonomi perdesaan atau terjadinya proses kemiskinan
disebabkan adanya pergeseran desa ke kota (proses modernisasi) dan alih
teknologi.
2.3.3
Lokalitas
Kelembagaan Desa
Konsep “komunitas” mengandung makna adanya “keterkaitan”
yang tidak hanya secara ekologis dan ekonomis, tetapi juga secara sosiologis.
Terutama pada tingkat pengambilan keputusan, upaya pengembangan masyarakat akan
menciptakan beragam “keterkaitan” tersebut (level organisasi) tersebut
berhubungan secara fungsional karena dipandang sebagai suatu sistem kelembagaan
lokal yang berpengaruh terhadap kehidupan komunitas. Tingkat institusi
lokalitas dengan ciri-ciri oleh kesatuan komunitas yang memiliki relasi sosial
dan ekonomi, dengan pusat interaksi sebagai pusat pertumbuhan.
2.3.4
Permasalahan Penguatan Kelembagaan Perdesaan
Berbgai permasalahan pengembangan penguatan komunitas atau
kelembagaan itu sendiri. Seperti kita ketahui bahwa, bahwa prinsip-prinsip yang
dipakai untuk mengembangkan pendekatan dan strategi yang partisipatif sesuai
dengan kondisi lokalitas dan komunitas dengan mempergunakan belum dilandasi
pada landasan berfikir untuk mengembangkan kreativitas semua stakeholders dalam
upaya mengembangkan partisipasi dan aspirasi masyarakat perdesaan
2.4 Strategi Pengembangan dan Pembangunan
Perdesaan
Ø Dalam proses pembangunan,
partisipasi masyarakat berfungsi sebagai masukan dan keluaran. Proses
partisipasi dapat diklasifikasikan menjadi enam tahapan, yaitu mulai dari
penerimaan informasi, pemberian tanggapan terhadap informasi, perencanaan,
pelaksanaan, penilaian dan akhirmya penerimaan kembali hasil pembangunan.
Ø Conyers, mengajukan tiga komponen
pendekatan pengembangan masyarakat yaitu:
a)
adanya
penekanan yang diarahkan pada fungsi kemandirian, termasuk sumber-sumber dan
tenaga setempat serta kemampuan manajemen lokal
b)
penekanan pada penyatuan masyarakat sebagai
suatu kesatuan; terlihat dari adanya pembentukan organisasi-organsasi lokal
termasuk di dalamnya lembaga-lembaga yang bertanggungjawab atas masalah
administrasi atau suatu bentuk lembaga masyarakat dan;
c)
keyakinan umum mengenai situasi dan arah
perubahan sosial serta masalah-masalah yang ditimbulkannya. Aspek khusus dalam
perubahan sosial yang menjadi pemikiran pokok berbagai program pembangunan
masyarakat, yaitu adanya ketimpangan baik di dalam maupun di antara
komunitas-komunitas tersebut.
Ø Pendekatan pertama adalah menolong
diri sendiri, di mana masyarakat di kawasan perdesaan menjadi partisipan yang
berarti dalam proses pembangunan dan melakukan kontrol dalam kegiatan
pengembangan. Pendamping menjadi fasilitator. Sedangkan komunitas (petani)
memegang tanggungjawab utama dalam:
a)
memutuskan
apa yang menjadi kebutuhannya
b)
bagaimana
memenuhi kebutuhan itu dan;
c)
mengerjakannya
sendiri.
Ø Kebutuhan tersebut menghendaki
perlunya pemetaan sebaran desa-desa tertinggal di kawasan perdesaan menurut
unit-unit komunitas sosial ekonomi yang terikat dalam suatu culture area,
sehingga suatu komunitas sosial ekonomi merupakan:
a)
sejumlah
desa yang tergolong miskin;
b)
secara
umum penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian, dan yang lainnya
tetapi masih berkaitan erat dan;
c)
terdapat
dalam wilayah budaya dan wilayah geografis yang sama.
Ø Pola pengembangan kelembagaan
terpadu dalam model komunitas dan bergerak dengan kekuatan partisipasi
profesional bagi semua strata sosial ekonomi akan lebih mendorong pertumbuhan
dan pemerataan secara bersama-sama. Apabila digunakan model pertumbuhan Smelser
yang mengacu pada diferensiasi struktural, maka kelembagaan ini dapat berperan
dalam mempersiapkan kerangka landasan untuk tahap-tahap pertumbuhan, mulai dari
modernisasi teknologi, komersialisasi pertanian, industrialisasi dan urbanisasi
Ø Masyarakat harus dilihat sebagai
Subjek dari proses secara keseluruhan. Sehingga proses dari pelaksanaan
kegiatan pelayanan dapat pengembangan masyarakat selalu meletakkan community
development dan community organizers sebagai landasan. Dalam kerangka inilah
pelayanan dapat pengembangan masyarakat yang berbasis masyarakat mampu
mendorong dari metode “doing for the community”, menjadi “doing with the
community”. Dikemukakan oleh Topatimasang et.al (2000: ix) bahwa seorang
fasilitator hanya berfungsi dan bertindak mengolah proses belajar masyarakat
berdasarkan kebutuhan dan pengalaman mereka sendiri atau pengalaman orang lain.
Ø Kelompok atau komunitas yang sekedar
“doing for” (masyarakat pasif, kurang kreatif dan tidak berdaya, bahkan
mendidik masyarakat untuk bergantung) menjadi “doing with”, (merangsang
masyarakat menjadi aktif dan dinamis serta mampu mengidentifikasi) mana
kebutuhan yang sifatnya real needs (melalui penggalian gagasan langsung di
tingkat kelompok masyarakat, felt needs (memprioritaskan) kebutuhan ketika
terjadi persaingan usulan di antarkelompok masyarakat) dan expected need
(pilihan usulan yang bisa dengan mudah dikerjakan, kesediaan swadaya dan
pelestariannya).
Ø Diharapkan program pelayanan
masyarakat ini telah mengantarkan masyarakat menjadi komunitas belajar (learned
cummunity), masyarakat menjadi komunitas yang semakin aktif (active society)
dalam menolong dirinya sendiri (helping themselves). Dalam proses inilah, usaha
strategi pengembangan berbasis masyarakat dalam rangka untuk mengorganisir
masyarakat miskin di dalam akar rumput menjadi bagian penting dari menciptakan
program yang berkelanjutan. Berbagai unsur kelompok masyarakat (Community Based
Organization/ CBOs) didorong dan difasilitasi terus menerus yang akirnya
munculnya adanya pengurangan angka kemiskinan, peningkatan sumber daya manusia,
peluang dan pilihan kerja serta adanya peningkatan kualitas kelembagaan
pelayanan itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Desa
dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan
kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pembentukan desa dapat berupa
penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang bersandingan, atau pemekaran
dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar desa
yang telah ada.
Desa
dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa
Pemerintah Desa bersama BPD dengan memperhatikan saran dan pendapat masyarakat
setempat. Desa yang berubah menjadi Kelurahan, Lurah dan Perangkatnya diisi
dari pegawai negeri sipil.
Desa
yang berubah statusnya menjadi Kelurahan, kekayaannya menjadi kekayaan daerah
dan dikelola oleh kelurahan yang bersangkutan untuk kepentingan masyarakat
setempat.Desa mempunyai ciri budaya khas atau adat istiadat lokal.
Kebijakan
perencanaan pembangunan desa merupakan suatu pedoman-pedoman dan
ketentuan-ketentuan yang dianut atau dipilih dalam perencanaan pelaksanakan
(memanage) pembangunan di desa yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan
penghidupan masyarakat sehingga dapat mencapai kesejahteraan bagi masyarakat.
Pembangunan
Masyarakat Desa pada dasarnya adalah bertujuan untuk mencapai suatu keadaan
pertumbuhan dan peningkatan untuk jangka panjang dan sifat peningkatan akan
lebih bersifat kualitatif terhadap pola hidup warga masyarakat, yaitu pola yang
dapat mempengaruhi perkembangan aspek mental (jiwa), fisik (raga), intelegensia
(kecerdasan) dan kesadaran bermasyarakat dan bernegara. Akan tetapi pencapaian
objektif dan target pembangunan desa pada dasarnya banyak ditentukan oleh
mekanisme dan struktur yang dipakai sebagai sistem pembangunan desa.
DAFTAR PUSTAKA
Basri, Amaluddin. 1982. Administrasi Pembangunan Untuk Pembangunan
Desa. Bekasi: Akademi Pembangunan Desa.
Hikmat,
Harry.2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Humaniora
Utama Press.
Utama Press.
Koentjaraningrat.
1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Miles, Matthew dan Huberman, A. Michae.1992. Analisis Data Kuantitatif :
Miles, Matthew dan Huberman, A. Michae.1992. Analisis Data Kuantitatif :
Buku
Sumber tentang Metode- Metode Baru. Jakarta : UI Press.
Rahardjo.
1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Gadjah Mada
University
Press.
Soekanto,
Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT: Raja Grafindo
Persada.
Persada.
Usman,
Husaini dan Akbar Setiady, Purnomo. 1995. Metode Penelitian Sosial.
Jakarta Sianar Grafika Offset.
Jakarta Sianar Grafika Offset.
Usman,
Sunyoto. 2003. Pembangunan Dan Pemberdayaan Masyarakat.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Widjaja,
HAW. 2002. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Raja Grafindo Persada.
Widjaja,
HAW. 2001. Pemerintahan Desa/Marga berdasarkan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah . Jakarta:
Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah . Jakarta:
Sistem pemerintahan di desa tidak bisa terlepas juga dengan Format Administrasi Pemerintahan Desa
ReplyDeleteSalam kenal FORMAT ADMINISTRASi DESA